Terkadang kita risih juga kalau lagi asik asik nya main game atau online browser tiba tiba muncul popup IDM fake serial number. kalau muncul nya sekali mungkin tidak akan ada masalah akan tetapi kalau sampai beberakali kali dan tiap berapa detik selalu muncul jengkel juga kan akhirnya. Mulai sekarang sobat blogger tidak usah khawatir lagi untuk mengatasinya, memang banyak tool di internet yang menyediakan software untuk menghilangkan nagscreen atau popup IDM ini, tapi saking banyaknya program yang bertebaran kita jadi ragu untuk mengunduhnya, jangan-jangan program nya di susupin malware atau virus dan lain lain padahal kalau kita benahin sendiri cukup beberapa langkah saja untuk menghilangkan nagscreen ini melalui reg edit. Ok kita langsung saja peraktek ganUntuk Windows XP & 7
1. Klik kiri tombol windows sebelah kiri, klik
RUN ( windows xp dan windows 7)
2. Pada kolom RUN ketikan " regedit " (tanpa tanda petik)
3. Go to HKEY_CURRENT_USER\Software\downloadManager
4. Find the name CheckUpdtVM and modify 10 to 0 (rubah dari angka 10 menjadi angka 0 )
5. Finally, you can sleep well...
Untuk Windows 8
1. Klik kanan tombol windows sebelah kiri, klik RUN ( windows xp dan windows 7)
2. Pada kolom RUN ketikan " regedit " (tanpa tanda petik)
3. Go to HKEY_CURRENT_USER\Software\downloadManager
4. Find the name CheckUpdtVM and modify 10 to 0 (rubah dari angka 10 menjadi angka 0 )
5. Finally, you can sleep well...Gak Ribet kan sob ? hanya perlu beberapa langkah saja IDM anda sudah bersih dari POP UP FAKE SERIAL NUMBER
Silahkan tinggalkan komentar anda untuk meninggalkan baclink.
Menghilangkan Fake Serial Number Internet Download Manager
Posted by Rahmandika
Posted on 12:34 AM
with No comments
Cara Mudah Mengatasi Program Not Respoding
Posted by Rahmandika
Posted on 7:38 AM
with No comments
Bagi pemilik komputer PC atau laptop pasti sudah tidak asing dengan problem program “Not Responding”. Biasanya jika mengalami masalah tersebut kita langsung membuka Task Manager Ctrl+Alt+Del lalu klik End Task pada program yang Not Responding tadi. Memang cara itu ampuh dan cepat untuk menyelesaikan masalah tersebut, namun apakah anda tahu bahwa ada program bawaan dari windows untuk lebih mempercepat kita dalam membunuh problem Not Responding?
Di windows ada program yang bernama taskkill.exe, program ini sudah bawaan dari windows. Apa fungsinya? Program itu bekerja sama seperti End Task pada Task Manager. Yaitu untuk menghentikan program yang sedang crash/Not Responding. Lalu apa kelebihannya? Program taskkill.exe program berbasis desktop, jadi saat ada program yang sedang Not Responding, kita hanya tinggal menjalankan taskkill.exe dan secara otomatis dia akan mencari dan menutup langsung program yang sedang crash itu tadi. Simpel kan? Tertarik mecobanya... ikuti petunjuk saya dibawah ini..
1. Klik kanan desktop, Pilih ‘Create New Shortcut’
2. Copy-paste kode di bawah ke field location shortcut
taskkill.exe /f /fi “status eq not responding”
3. Lalu klik Next dan beri nama shortcutnya atau dibiarkan default juga gak apa-apa.
Setelah melakukan langkah di atas maka akan ada sebuah shortcut dengan nama ‘taskkill.exe’ (dafault).
Note. Tips ini bekerja pada windows Xp, Vista dan Seven.
Selamat mecoba, semoga bermanfaat.
Maafkan suamimu, Istriku......
Posted by Rahmandika
Posted on 11:15 PM
with No comments
Malam kian larut, diluar sana hujan gerimis masih membasahi bumi, semilir angin meniup lembut memasuki lorong-lorong jendela, udara yang sejuk memanjakan para insan melelapkan tidur-tidur mereka.
Dinginnya malam mampu membuat tulang rusuk menggigil meskipun tanpa pendingin ruangan sekalipun. Tetapi suhu yang dingin itu tidak mampu membuat mata Rina terpejam, ia masih duduk dipinggiran tempat tidur, disamping suaminya yang sedari tadi telah lama mendengkur.
Malam itu, Rina sulit sekali terpejam, ia merasa bersalah kepada suaminya, karena meminta sesuatu diluar kesanggupan suaminya yang berpenghasilan pas-pasan, tapi karena sindiran para tetangga, akhirnya ia beranikan diri mengutarakan keinginannya dihadapan suaminya, meski ia tahu, suaminya tidak akan mampu mewujudkannya saat ini.
Pikirannya menerawang kembali pada kejadian beberapa hari lalu, siang itu, ia bertemu dengan orangtua wali murid teman sekolah anaknya. Temannya itu mengundang dirinya untuk hadir pada acara syukuran menempati rumah baru, ya rumah baru yg menjadi impian tiap pasangan yg telah menikah. Mendengar undangan itu hatinya tertegun, ia yg sudah menikah hampir limabelas tahun masih menumpang di rumah orangtuanya, bukan tanpa alasan tapi karena ia dan suaminya memang belum mampu mewujudkannya.
Setiap kaliada teman lama yg menanyakan kabarnya pastilah pertanyaannya selalu membuat hatinya gundah, "tinggal dimana sekarang jeng", ia hanya bisa menjawab "masih ditempat yg lama" , begitulah seterusnya. Padahal ingin sekali ia menjawab, "Sekarang kami tinggal di perumahan A atau di kompleks B" tapi tidak bisa dan tidak tahu kapan ia bisa menjawab seperti itu.
Belum lagi sindiran tetangga yg selalu menyakitkan hatinya, betapa tidak, ia bersama suaminya masih tinggal dirumah orangtuanya, padahal kedua adiknya sudah pergi dibawa suaminya tinggal dirumah masing-masing. Memang dirinya tidak persis tinggal dirumah orangtua, tetapi di bekas garasi dan kamar yg dibuat menjadi rumah petakan dan dibatasi dengan tembok dan sedikit pagar untuk menunjukan bahwa rumah itu terpisah tapi tetap saja dalam lingkup halaman yg sama dan satu atap pula.
Padahal pernah ia mendengar rumor dari neneknya almarhum bahwa malaikat mengirim rezeki kepada manusia satu atap-satu atap, bukan satu keluarga-satu keluarga dan rumor inilah yg selalu menggayuti benaknya senantiasa. Apa mungkin rezekinya seret karena masih tinggal satu atap dengan orangtua hingga ia sulit untuk memiliki rumah sendiri. Kadang ketika ia sedang kalut ia sangat mempercayai rumor itu, tapi ketika ia sadar bahwa rezeki allah yg mengatur ia pun hanya bisa menghela nafas dan istighfar dalam-dalam.
Sore itu ia membulatkan tekad untuk meminta haknya kepada suaminya, ia tak lagi menunggu suaminya berganti pakaian sepulang mengajar di sebuah sekolah swasta. Ketika suaminya tiba langsung ia berondong dengan pertanyaan dan komplain tentang kehidupan rumahtangganya yg dirasakan belum layak, ia tanpa tedeng aling-aling mengatakan bahwa ia iri dengan kedua adiknya, ia juga membandingkan penghasilan suaminya dengan penghasilan suami adiknya, kehidupan materi dirinya dan kehidupan materi adiknya.
Sang suami yang kaget karena tidak siap dengan pertanyaan bertubi-tubi hanya diam membisu, hanya sudut matanya terlihat beningmembulat yg makin lama makin membesar. Jujur dalam hati sang suami memang ia belum mampu memberikan kehidupan yg layak seperti yg diminta istrinya, ia pasrahkan sang istri mengeluarkan emosi dan amarahnya tanpa membantah satu patah kata pun.
Ia hanya bisa menunduk tak mampu menahan tajam mata istrinya, ia sadar bahwa itu memang tanggungjawabnya memberikan nafkah, sandang serta papan merupakan tugas dirinya tapi apa mau dikata, ia belum bisa mewujudkan semua itu. Di helanya nafas dalam-dalam, kemudian ia hembuskan lagi secara perlahan. Perlahan buliran-buliran di ekormatanya mulai menggumpal, ia menangis bukan karena meratapi nasibnya, tapi karena sedih melihat istrinya menderita karena ketidakberdayaannya.
Betapa tidak, ia sangat mencintai istrinya yg dinikahinya limabelas tahun lalu, dan selama itu istrinya tetap sabar atas kekurangan dirinya, tetap tersenyum meski lapar dan dahaga kerap menerpa keluarga mereka. Kadang ia malu ketika ibu mertuanya membawa lauk pauk untuk dirinya, istrinya dan anak-anaknya.
Semasa ayah mertuanya masih hidup, ia masih bisa menahan malu, karena ayah mertuanya mempunyai penghasilan dari pensiunan tentara, dengan uang pensiun itu sang kakek kerap mengajak cucunya pergi jalan-jalan ke minimarket di ujungjalan dan pulang dengan membawa sekantong makanan kesukaan anaknya. Tapi kini, sang ibu mertua hanya mengandalkan sisa pensiun almarhum suaminya dan ia tidak tega jika ibu mertuanya itu memberi makanan kepada keluarganya.
Ia menangis karena tidak tega melihat istrinya menderita secara batin akibat sindiran para tetangga yg kerap datang menyinggungnya. Ia merasa bersalah tak mampu memberikan kebahagiaan yg sudah patut diterima istrinya. Kekuatan cinta istrinya kepada dirinya selama bertahun-tahun itulah yg membuat hatinya semakin miris, betapa begitu tega dirinya membiarkan sang istri menderita, padahal pengorbanan yg telah dilakukan kepadanya sangat begitu besar.
Dulu ketika ia hendak melamar istrinya, sebenarnya ada pemuda kaya yg akan melamar istrinya, tapi sang istri menolak. Istrinya memilih dirinya karena pemahaman agamanya lebih bagus dari pada pemahaman agama pemuda kaya itu. Dan itulah yang membuat istrinya bangga menikah dengannya, karena ia yakin cinta dan kesalehan akan membawa kepada kebahagiaan abadi.
Mengingat hal itu hati sang suami bagai diiris-iris sembilu, ia yg dibanggakan istrinya ternyata tidak mampu membahagiakan balik istrinya. Ia hanya bisa berharap kepada rabb pencipta semesta, untuk memberikan kekuatan kepada dirinya dan diri istrinya untuk tetap tegar menghadapi kehidupan ini. Tapi sebagai manusia, kesabaran menjadi terbatas ketika waktu yg berlalu ternyata melewati batas toleransi.
Apalagi ditambah hasutan syetan yg senantiasa memanas-manasi keadaan. Ketika orang lain bisa, mengapa dirinya tidak bisa, itulah perkataan terakhir Rina kepada suaminya saat sebelum meninggalkan dirinya dan pergi masuk kamar untuk menangis tersedu-sedu. Tinggal sang suami duduk lesu tak mengerti harus berkata apa, dalam rasa bersalah yg mendalam, dalam rasa iba kepada istrinya yg merasuk kedalam buluh-buluh nadi lalu mencengkrap kuat ototjantungnya. Saat itu kehidupan dirasakannya seperti berhenti berdetak, sementara azan maghrib sayup-sayup mengalun, mengabarkan dunia akan waktu sholat telah tiba.
-o0o-
Malam pun kian larut, Rina masih memandang wajah lelah suaminya yg telah bekerja seharian, ia tahu suaminya pasti belum makan karena marahnya sore tadi. Sang suami pasti enggan meminta disediakan makan malam untuknya melihat ia dalan keadaan marah seperti itu. Setelah sholat isya, sang suami lebih memilih tidur untuk menenangkan fikiran.
Ia tidak perduli perutnya bergejolak karena lapar. Dalam keheningan, Rina memandangi guratan-guratan diwajah suaminya, guratan yg membuat wajahnya terlihat lebih tua dari usia seharusnya. Rina merasa bersalah, mengapa ia menyakiti suami yg tidak pernah menyakiti dirinya sedikitpun selama perkawinan mereka. Ia seakan lupa bahwa dulu ia memilih suaminya bukan karena hartanya, tapi karena kekayaan hati suaminya.
Dan ia sangat bahagia akan hal itu. Tapi kini mengapa ia harus menggugat, meskipun gugatannya itu adalah gugatan wajar, ketika seorang istri menuntut hak kepada suaminya untuk mendapatkan tempat tinggal yg layak. Tapi bagi dirinya, hal itu sudah mencederai janji tulus kepada suaminya. Ia yang selama ini tetap tegar dan sabar ternyata bisa lepas kendali hanya karena sindiran tetangganya.
Seorang suami yg paling baik, yg tidak pernah memarahinya, yg tidak pernah menuntutnya, yg tidak pernah menyakitinya seujung kukupun kini terluka oleh lidahnya. Ia yg sangat sabar dan telaten, penyayang dan santun, yg selalu mengajarkan tentang kebaikan dan keutamaan wanita solehah kepada dirinya kini harus tersudut oleh ucapan kerasnya. Rina begitu sangat menyesal sekali.
Dipandangnya wajah lelap suaminya berkali-kali, diusapnya keringat yg mengalir dikening suaminya. Melihat pemandangan yg menyentuh pada raut muka suaminya,membuat mata Rina berkaca-kaca, nafasnyapun mulai sesenggukan, perlahan airmatanya menetes, butiran demi butiran mengalir dan jatuh menimpa kelopak mata sang suami. Sang suami kaget, ia terbangun dan perlahan membuka matanya lantas berkata.
"Ada apa sayang, mengapa engkau bangunkan aku dengan airmatamu, biasanya engkau membangunkan aku dengan kecupan didahiku". Bukannya menjawab, tangisan Rina malah semakin pecah, ia menangis tersedu-sedu dibahu suaminya. Suaminya yg merasa tidak enak karena merasa Rina belum puas atas amarahnya tadi sore kini memberanikan diri untuk berkata.
"Istriku sayang, kali ini aku mohon maaf kepadamu lagi, dan aku tidak tahu, sudah berapa kali aku meminta maaf kepadamu atas kelemahan diriku ini, akupun sudah malu karena seringnya aku meminta maaf kepadamu, jika engkau tidak puas kepadaku. Aku pasrahkab diriku atas keputusan yg engkau berikan, apapun keputusanmu itu."
Sayangku, izinkan aku membela diri atas kelemahanku sebelum engkau memvonis aku, izinkan aku berbicara tentang hakikat rezeki sebelum engkau pergi dari ku, izinkan aku bicara atas nama cinta dan kasih sayang keluarga kita. Sayangku, aku tahu engkau menikahiku bukan karena melihat latarbelakang diriku yg papa, engkau memilih aku atas dasar keimanan yg aku punya, dan memang hanya itu harta yg aku punya ketika aku melamarmu.
Itupula yang membuat aku bangga kepadamu melebihi kebanggaan apapun didunia ini. Aku tahu sebagai istri, kamu ingin seperti adik-adikmu atau seperti wanita lain, memiliki rumah sendiri meskipun kecil, memiliki "rumahku syurgaku" seperti idaman para remaja putri ketika hendak menikah. Memiliki taman kecil dihalaman depan, atau kolam ikan dihalaman belakang, memiliki hiasan kaligrapi diruang tamu, atau pancuran shower dikamar mandi. Bisa berksperimen membuat kue untuk anak-anak kita didapur yg mungil, atau sekedar berteduh di gazebo kecil di depan rumah.
Semua itu adalah wajar bagi seorang istri. Semua itu adalah kesempurnaan dalam hidup dan kesenangan dalam rumah tangga. Tapi istriku, aku ingin engkau melihatnya dari sisi lain. Ketika adik-adikmu mempunyai kebahagiaan dan kebanggaan karena memiliki rumah sendiri, kamu pun memiliki kebanggaan dan kebahagiaan juga.
Karena Tuhan menakdirkan kita masih tetap disini, disamping orangtua kita saat mereka memasuki usia senja, ketika orang lain sulit untuk berbakti kepada orangtua, kita justru menerima anugerah itu, bakti kita kepada mereka, merawatnya ketika sakit, menemaninya ketika sepi, menghiburnya ketika sedih dan membantunya dalam segenap aktifitas sehingga ia bisa melewati masa tuanya dengan tenang tanpa beban bukankah menjadi rezeki tersendiri bagi kita, rezeki berupa pahala yang akan diberikan allah kelak karena bakti kita kepada orangtua.
Mungkin dari sisi materi, orangtua lebih bangga kepada adik-adikmu, tetapi dari sisi pengabdian dan kasih sayang kepada orangtua, justru kamulah yg dibanggakannya, berapa kali ibu memujimu dihadapanku karena ketelatenanmu merawatnya. Bukankah itu rezeki yg luar biasa istriku?
Ketika adikmu memiliki dua kebahagiaan yakni kebahagiaan karena memiliki rumah sendiri dan kebahagiaan karena kehidupan yang layak, kamupun memiliki dua kebahagiaan pula, kebahagiaan yg belum tentu dimiliki oleh seorang istri sekaligus, yakni kebahagiaan karena keridhaan orangtua atas baktimu, dan kebahagiaan karena ridha suamimu atas pengorbanan dan kesetiaanmu. Bukankah dua keridhaan itu yg bisa mengangkat derajatmu menuju syurga-NYA".
Rina tak bisa bicara, tenggorokannya tercekat, betapa suaminya telah berhasil merobohkan tiang kebodohannya, ia telah berhasil membukakan mata batinnya, keluguannya memahami kebahagiaan seolah lenyap, digantikan pencerahan akan kebahagiaan sesungguhnya. Dalam bisik ia bertanya kepada suaminya, "apakah kau ridha kepadaku sayang?" Sang suami pun tersenyum sambil berkata "Ya, aku ridha kepadamu, atas semua bakti yg kamu lakukan selama ini dan aku pun berharap, engkaupun ridha kepadaku"
Kuharap dengan dua keridhaan yang kau miliki, engkau berdoa kepada Allah untuk memuluskan langkah kita kedepan, mengabulkan semua impian kita dan meneguhkan langkah-langkah kaki kita agar kuat menahan godaan". Rina pun bergumam "amin" seraya berbisik hangat ia berkata" maafkan aku sayang, akupun ridha kepadamu..."
Angin sepoi sejuk bertiup perlahan, memasuki sela-sela pintu dan jendela. Udara dingin yg mengkristal tak mampu membekukan dua hati manusia yang saling mencintai karena Allah, kehangatan yg hadir dari para hati yg saling ridha mendamaikan kehidupan dikamar yg sempit itu, tetapi sempitnya kamar tidak membuat hati mereka ikut sempit, dengan ridha di hati justru meluaskan dan melapangkan kebahagiaan mereka, seluas samudera yang tak bertepi...