Random Post

Arsip

Menunda Pernikahan Atau Mnyegerakannya ?

Akibat menunda

1- Belum terbebani oleh kewajiban pernikahan yang memang tidak mudah.
Dengan menunda beban seseorang masih ringan, belum berat karena dia belum memikul apa yang semestinya dipikul sebagai konsekuensi dari pernikahan yang dipilihnya, sehingga waktu, tenaga, pikiran dan mungkin fulusnya bisa dialokasikan ke lahan lain yang bermanfaat, misalnya dicurahkan untuk menuntut ilmu atau untuk berkeliling negeri berdakwah kepada Allah, ini mungkin dia lakukan karena dia belum disibukkan oleh urusan pernikahan dengan beban-bebannya.

2- Berat dan sulit menghadapi godaan kepada yang tidak baik.
Lebih-lebih di zaman di mana mendapatkan keburukan justru lebih mudah daripada mendapatkan kebaikan, arus keburukan begitu kuat, dominasinya menyebar luas, magnetnya lebih agresif dibanding dengan besi berani, hanya dengan iman kokoh ia bisa ditepis, tetapi terkadang iman pun bisa melemah tanpa ditunjang dengan sarana yang mengokohkannya, dan sarana ini adalah pernikahan.

3- Tertundanya menikmati kehidupan pernikahan.
Dengan asumsi umurnya adalah enam puluh lima tahun, seandainya dia menikah dalam usia tiga puluhan seperti yang umum terjadi di masyarakat saat ini, maka dia menikmati usia pernikahan selama tiga puluh lima tahun, itu pun tidak semuanya dia nikmati, karena biasanya begitu memasuki usia empat puluhan seseorang sudah tidak seperkasa ketika usianya masih tiga puluhan atau di bawah itu, malah kadang-kadang beberapa penyakit sudah mengintainya.
4- Tertundanya mendapatkan penenang jiwa yaitu anak.
Akibatnya ketika bapak atau ibu sudah memasuki usia senja, si anak belum dewasa, belum mandiri atau belum mentas alias masih bergantung kepada orang tua, pada saat orang tua sudah keburu tua dan sudah melewati masa puncak karir pekerjaan. Anggaplah dia menikah dalam usia tiga puluh lima, pada saat dia pensiun, pensiun umumnya dalam usia lima puluh lima, si anak masih usia lima belas, kelas tiga SMP atau kelas satu SMA, ini anak pertama, belum adik-adiknya yang menyusul kemudian.

5- Memperlambat pertumbuhan umat Islam.
Karena tertunda mendapatkan anak, maka secara otomatis hal tersebut tidak menunjang pertumbuhan umat Islam, dalam usia yang memasuki masa senja kemampuan produksi suami istri menurun, akibatnya anak pun harus dibatasi, maka terbataslah jumlah umat Islam karenanya.

Akibat menyegerakan

1- Terbebani oleh kewajiban pernikahan.
Tetapi beban tersebut jika dijalankan dengan keikhlasan maka ia tidak terasa sebagai beban, anggap sebagai penyeimbang, ada untung ada rugi, ada enak ada tidak enak dan hal itu sebanding bahkan enaknya lebih besar, lebih dari semua itu adalah pahala dari pelaksanaan terhadap beban tersebut. “Sesunguhnya kamu tidak memberikan suatu nafkah yang dengannya kamu berharap wajah Allah kecuali kamu meraih pahala karenanya sampai apa yang kamu letakkan di mulut istrimu.” (Muttafaq alaihi).

2- Terbentengi dalam batas tertentu dari godaan kepada yang tidak baik.
Karena dia telah mempunyai yang halal, itu lebih dari cukup baginya sehingga dia tidak perlu menengok dan mencari yang haram. Dalam batas tertentu, karena sebagian orang sudah terbentengi dengan pernikahan tetapi dia justru merobohkan benteng ini dengan mencaplok apa yang bukan haknya. Memang semuanya kembali kepada iman seseorang. Namun alangkah baiknya jika iman ditopang dengan benteng dan benteng pun dilandasi dengan iman.

3- Menikmati kehidupan pernikahan lebih awal.
Jika Anda menikah dalam usia dua puluhan, taruhlah dua puluh lima tahun seperti Rasulullah saw, usia di mana seorang pemuda atau pemudi berada dalam puncak kenikmatan pernikahan, maka kenikmatan pernikahan atau bulan madu akan sangat terasa sekali dan itu berlangsung lebih lama, hal ini jelas karena Anda menikah lebih awal maka kenikmatan pernikahan Anda rasakan lebih awal pula dan lebih panjang.

4- Mendapatkan penenang jiwa lebih awal.
Dan pada saat anak benar-benar memerlukan dukungan Anda, Anda tetap mampu mendukungnya dengan tegar, karena pada saat itu usia Anda belum tua, Anda sedang berada dalam puncak karir kehidupan, dan anak mulai mandiri seiring Anda memasuki usia senja, Anda menikmati masa senja tanpa diribeti dengan urusan anak yang belum juga mentas.

5- Mempercepat pertumbuhan umat Islam.
Karena peluang memperoleh anak dan dalam jumlah yang memadahi terbuka lebih lebar, sehingga jika hal ini terwujud maka ia mendukung perkembangan umat yaitu dengan terbentuknya generasi penerus yang telah disipakan lebih dini.

Setelah membaca, Anda cenderung ke mana? Menunda atau menyegerakan? Apa pun itu merupakan pilihan Anda. Yang jelas pilihan kedua sepertinya lebih menguntungkan.

CANTIKKU HANYA UNTUK SUAMIKU

Mempercantik diri bagiku sebagai seorang wanita adalah lumrah, sekalipun Allah telah menciptakan kaumku, Binti Hawa, dalam bentuk yang cantik lagi menarik, yang aku maksud dengan mempercantik diri adalah upaya untuk mempertahankan kecantikanku itu sebagai sebuah anugerah dari sang Maha Kuasa. Tetapi dalam hal ini aku tidak berlebih-lebihan dan memaksakan diri, wajar dan natural saja, aku tidak merasa perlu ke salon karena hal itu perlu ongkos yang kalau disedekahkan akan lebih berguna, atau buat beli jajan anak-anak saja, biar mereka lebih gembira, di samping itu di sana aku tidak merasa aman dari pandangan laki-laki asing, sekalipun salon tersebut katanya adalah salon khusus muslimah, tetapi siapa yang menjamin, aku teringat sebuah sabda Rasulullah saw yang intinya bahwa wanita manapun yang membuka pakaiannya bukan di rumah suaminya maka dia telah mencabik-cabik perlindungan Allah atas dirinya, naudzubillah, aku tidak mau hal itu menimpaku.


Aku merasa cukup dengan upayaku sendiri, caraku sendiri yang aku baca dari beberapa majalah wanita Islam atau tabloid, cara-cara alami dan natural dalam merawat kecantikan, misalnya dengan membuat masker dari buah-buahan: bengkoang, mentimun, alpukat dan buah-buah segar lainnya, aku melakukan itu secara berkala untuk untuk menjaga agar kulitku tetap segar, khususnya wajah agar tetap kencang dan menawan. Aku juga rajin membuat jus buah dan meminumnya, plus sayuran hijau yang kata ahli kesehatan bermanfaat bagi tubuh.

Bagiku menjaga kecantikan berarti menjaga kesehatan, mana bisa cantik kalau tidak sehat, ada satu rahasia yang ingin aku bagi kepada sesama Binti Hawa, aku berusaha menjaga kesehatan dengan selalu minum madu secara rutin, hampir tiada hari tanpa minum madu dan alhmadulillah aku tetap sehat, aku teringat sebuah ayat dalam al-Qur`an yang menyatakan bahwa madu adalah kesembuhan, dan aku pun teringat bahwa Rasulullah saw mengajak kaum muslimin untuk mencari kesembuhan pada madu, inilah yang memotivasiku untuk selalu minum madu.

Aku sadar bahwa cantik itu bersih, maka aku berusaha menjaga kebersihan tubuhku dengan mandi mininal pagi dan sore, memperhatikan daerah-daerah kotor dengan menggosoknya sebersih-bersihnya, kebersihan rambut aku jaga setiap dua atau tiga hari sekali, kebersihan mulut aku lakukan dengan berkumur pada saat berwudhu dan sebelum beranjak tidur sekaligus berwudhu dan sesudah bangun dari tidur dengan menggosok gigi. Kedua tangan dan kedua kakiku selalu aku cuci selesai melakukan atau memegang sesuatu, kuku-kuku keduanya tidak luput dari perhatianku, aku tidak suka merawat kuku tangan seperti yang dilakukan oleh sebagian kaumku sehingga ia panjang seperti kuku binatang buas, selain bisa menjadi sarang kuman juga bisa menghalangiku untuk melakukan beberapa aktifitas rumahku seperti mencuci dan lainnya, lebih dari semua itu bahwa yang demikian itu tidak sejalan dengan fitrah yang digariskan oleh Rasulullah saw.

Aku tahu bahwa cantik itu tidak sejalan dengan bau tubuh yang tidak sedap, untuk menjaga ini, selain aku mandi dengan benar secara rutin, aku juga membuang sarang bau tidak sedap pada tubuh, ketiak yang menjadi salah satu biang bau kurang sedap selalu menjadi perhatianku dengan membuang bulu yang tumbuh di sana, sebagai muslimah aku tahu Nabi saw menganjurkan hal itu, terkadang aku memakai satu dua semprotan pengharum badan selesai mandi dan aku yakin tidak akan keluar rumah, tetapi kalau aku yakin akan keluar rumah karena ada hajat untuk itu maka aku tidak memakainya, karena aku tahu agamaku melarangku sebagai wanita untuk meninggalkan rumahnya dalam keadaan tubuh berbau harum, aku tidak mau menjadi pemicu fitnah bagi kaum laki-laki.

Pakaian di rumah juga aku perhatikan, aku tidak boleh memakai baju yang kotor atau berbau apek, sekalipun koleksi baju rumahku tidak banyak, namun aku selalu menjaga agar bajuku tetap segar dan bersih, untuk urusan yang satu ini aku lebih cenderung kepada suami, maksudku pada saat membeli baju rumah, pendapat suamiku adalah nomor satu, jika dia bilang suka maka aku tersenyum mengiyakan, sebaliknya kalau dia tidak suka maka aku pun meninggalkannya, pada saat aku memakai sebuah baju, lalu suamiku memintaku untuk menggantinya dengan baju yang lain, maka aku akan menggantinya sekalipun ia masih bersih, toh tetap bisa dipakai ketika dia tidak rumah, aku tahu ada baju favorit bagi suamiku, dia paling suka kalau aku memakai baju tertentu, maka aku bersuaha sesering mungkin memakainya.

Aku juga tahu bahwa semua itu adalah kecantikan lahir, sekalipun penting namun tidak kalah dengannya adalah kecantikan sisi lain yaitu melalui akhlak mulia dan ilmu agama. Di mana cantiknya pada saat akhlak buruk menghiasi diri: ucapan dusta, ghibah, namimah, hasad, tamak dan akhlak buruk lainnya? Di mana cantiknya sebagai wanita muslimah kalau ternyata tidak mengerti perkara-perkara dasar dalam agamanya? Oleh karena itu aku selalu berusaha untuk menghiasi diri dengan akhlak dan budi pekerti mulia, plus upaya menambah ilmu agama melalu membaca, bertanya dan menghadiri majlis ilmu.

Satu hal yang ingin aku katakan kepada saudari-saudariku, bahwa aku melakukan semua itu adalah demi suamiku dan hanya untuk suamiku, ya cantikku memang hanya untukmu suamiku seorang, aku ingin tulus kepada suamiku, aku tidak ingin membagi sedikit pun dari kecantikanku kepada orang lain karena hal itu tidak patut, aku dan diriku hanya untuknya, maka demikian pula kecantikanku. Aku tidak ingin mengikuti sebagain wanita yang justru ingin terlihat cantik dengan berdandan habis manakala hendak keluar rumah untuk hajat ini dan itu, para wanita yang bersolek bukan untuk suaminya, aku melihat mereka adalah para istri yang tidak tulus kepada suami mereka, karena mereka telah membagi apa yang seharusnya menjadi hak murni suami kepada orang lain, kasihan suami mereka, tetapi bagaimana lagi, yang terjadi justru suami mereka memang mendiamkan atau mengizinkan.

UNTUK PARA GADIS

Anda sebagai seorang gadis dalam ruang lingkup keluarga, dalam bingkai rumah tangga dan dalam banguan istana pernikahan menempati posisi strtegis, memegang peran sentral dan menggengam jabatan penting, sekalipun bukan yang paling, hal itu karena Anda sebagai seorang gadis adalah calon ratu dalam bangunan rumah baru atau calon permaisuri dalam istana baru. Benar, Anda adalah istri masa datang yang menjadi separuh nyawa bagi ikatan sebuah perkawinan, yang menjadi setengah jiwa bagi talian pernikahan. Dan Anda adalah ibu masa depan dalam sebuah bangunan keluarga, pemegang kendali bagi segala urusan anak-anaknya.

Melihat dan mempertimbangkan posisimu yang strategis dan peranmu yang utama, maka mempersiapkan gadis sepertimu sebagai seorang ratu dan permaisuri dalam istana rumah tangga oleh pihak-pihak yang berwenang dan berkepentingan merupakan perkara dharuri,urgen dan penting. Di sisi yang lain upayamu sebagai seorang gadis muslimah dalam rangka menempa dan mempersiapkan diri untuk membangun rumah baru di mana kamu akan menjadi belahan nyawa dan setengah jiwanya merupakan perkara mendasar yang tidak ditawar.


Rumah tangga sebagai istri dan ibu

Sebuah masa depan di mana Anda sangat sulit kalau bukan mustahil untuk menolaknya, sulit bagi Anda sebagai gadis untuk ngeles, menghindar darinya. Silakan Anda sebagai seorang gadis terbang sejauh-jauhnya, tetapi suatu saat nanti Anda akan tetap memasuki pintu rumah tangga. Silakan Anda sebagai gadis menunda-nunda dan mengulur-ulur demi mempertahankan status sebagai gadis -biasanya menunda atau mengulur dalam kamus seorang gadis bukan karena disengaja, akan tetapi karena belum atau tidak laku- tetapi suatu hari nanti benang pernikahan akan mengikat kedua tangan dan kedua kakimu.

Anda bisa saja berdalih dengan dalil yang sering didegung-degungkan oleh sebagian wanita yang memproklamirkan diri sebagai aktifis perempuan pembela hak-hak perempuan dan aktifis emansipasi, “Saya sudah berbahagia sekalipun tidak menikah, jadi untuk apa saya menikah?” Saya berkata kepada siapa yang mengucapkan kata-kata di atas atau yang sepetinya, “Anda tidak menikah karena telah merasa benar-benar bahagia atau karena tidak laku?” Saya kok meraba yang kedua. Mudah-mudahan benar rabaan saya.

Saya katakan kepadamu wahai gadis, jangan terkecoh, jangan tertipu dan jangan keblinger dengan kata-kata semacam ini, karena ia hanya fatamorgana yang mengelabuhi, kebahagiaannya adalah kebahagiaan semu alias palsu belaka, bukan kebahagiaan sejati. Kalau ia memang kebahagiaan sebenarnya maka alangkah sengsaranya para wanita yang menikah yang mana jumlah mereka tidak berbanding dengan wanita yang tidak menikah, benar bukan? Kalau kata-kata itu benar niscaya di dunia ini tidak ada pernikahan. Orang yang mengucapkannya memang tidak menikah sehingga dia tidak merasakan kebahagiaan pernikahan.

Saya berani bertaruh denganmu wahai gadis, bertaruh apa ya? Janganlah, bertaruh kan tidak boleh. Maksud saya, saya benar-benar yakin bahwa kebahagiaanmu sebagai seorang gadis, sekalipun kamu berpendidikan setinggi langit, berkedudukan paling terhormat di jagat raya, berharta melebihi Qarun, kebahagiaanmu terwujud manakala kamu telah resmi berubah status menjadi istri fulan dan kebahagiaan ini akan lebih sempurna manakala statusmu meningkat menjadi Ummi fulan.

Katakan dengan jujur, benarkan apa yang saya katakan? Benar, kalau tidak benar buat apa banyak para gadis dalam usiamu ngider, bolak-balik ngalor-ngidul untuk mencari teman spesial –saya hanya mengatakan kenyataan bukan membenarkan- dan kalau sudah dapat maka keduanya runtang-runtung berdua ke sana ke mari? Karena di sana kamu menemukan sebuah kebahagiaan, kebahagiaan yang akan membuat hatimu berbunga-bunga mengalahkan bunga taman Monas manakala gacoanmu itu datang menyodorkan tawaran resmi untuk menjadikanmu sebagai belahan jiwanya.

Semua itu membenarkan apa yang saya katakan, bahwa terminal akhir kehidupan seorang gadis sepertimu di mana di sanalah kebahagiaan baginya secara utuh dan sempurna terealisasikan melalui gerbang pernikahan ketika dia berani memberikan kegadisannya demi harapan besar berupa kebahagiaan.

Karena suatu saat Anda pasti akan menghadapi hal itu maka wajar kalau Anda patut mempersiapkan diri dari sekarang, mempersiapkan diri sebagai istri kemudian sebagai ibu, saya mengucapkan untukmu, “Selamat bersiap-siap.” Wassalam.
(Izzudin Karimi) 



Sumber






Recent Comment